benjanews.com Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyampaikan pandangan bahwa proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tidak bisa dilihat semata dari sisi keuntungan finansial.
Menurutnya, Whoosh adalah investasi sosial jangka panjang yang membawa manfaat luas bagi masyarakat dan ekonomi nasional.
Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur seperti Whoosh bukan hanya soal laba, melainkan juga soal pemerataan akses transportasi modern, peningkatan efisiensi waktu tempuh, serta efek domino bagi pengembangan wilayah.
“Kalau dihitung untung-rugi sekarang, ya pasti belum. Tapi kalau dilihat manfaat sosialnya, besar sekali,” ujarnya.
Pernyataan tersebut menuai berbagai tanggapan dari kalangan politisi, ekonom, dan masyarakat.
Sebagian mendukung karena menilai Whoosh sebagai simbol kemajuan, sementara lainnya mengingatkan pentingnya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
Respons Partai Demokrat: Siapa yang Menanggung Rugi?
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron, menyambut pernyataan Jokowi dengan nada kritis.
Ia menilai sah-sah saja jika pemerintah menyebut Whoosh sebagai investasi sosial, namun tetap harus ada kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas kerugian proyek.
“Itu tidak masalah. Tapi realitasnya sekarang, Whoosh masih merugi. Nah, rugi ini siapa yang menanggung?” ujar Herman.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur memang membutuhkan waktu untuk menghasilkan keuntungan, namun mekanisme pembiayaan harus tetap jelas agar tidak membebani anggaran negara.
Politikus Demokrat itu juga menegaskan bahwa semua proyek strategis harus dievaluasi secara terbuka, termasuk Whoosh yang pendanaannya berasal dari kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok melalui skema Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC).
“Proyek besar seperti ini harus transparan. Kalau disebut investasi sosial, tetap harus ada tanggung jawab finansial yang jelas,” tambah Herman.
Proyek Whoosh dan Tantangan Finansial
Proyek kereta cepat Whoosh adalah salah satu proyek infrastruktur terbesar dalam sejarah Indonesia modern.
Proyek ini dibangun untuk memangkas waktu perjalanan antara Jakarta dan Bandung dari tiga jam menjadi hanya sekitar 40 menit.
Dengan teknologi tinggi dan kecepatan mencapai lebih dari 300 kilometer per jam, Whoosh menjadi simbol kemajuan transportasi di Asia Tenggara.
Namun, sejak beroperasi, laporan keuangan menunjukkan bahwa proyek ini masih belum mencapai titik impas.
Pendapatan dari penjualan tiket belum mampu menutupi biaya operasional dan bunga pinjaman yang digunakan untuk membiayai proyek.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak mengenai model bisnis dan proyeksi keuntungan jangka panjang Whoosh.
Menurut para analis ekonomi, proyek dengan skala besar seperti Whoosh memang membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun untuk mencapai keuntungan stabil.
Namun, jika manajemen keuangan dan strategi operasional tidak diperbaiki, risiko beban keuangan bisa beralih ke pemerintah dan masyarakat melalui subsidi atau dukungan APBN.
Argumen Pemerintah: Manfaat Lebih Besar dari Kerugian
Pemerintah menegaskan bahwa meski Whoosh masih mencatat kerugian secara finansial, proyek ini memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang besar bagi masyarakat.
Kementerian Perhubungan mencatat adanya dampak positif terhadap pertumbuhan kawasan baru di sepanjang rute kereta cepat, seperti Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.
Daerah-daerah tersebut mulai berkembang menjadi kawasan industri dan bisnis baru.
Peningkatan konektivitas juga membuka peluang investasi di sektor properti, logistik, dan pariwisata.
“Manfaatnya tidak bisa hanya diukur dari uang. Infrastruktur membuka kesempatan ekonomi baru,” ujar salah satu pejabat Kemenhub.
Selain itu, proyek ini turut menyerap ribuan tenaga kerja lokal selama masa konstruksi dan masih menciptakan lapangan kerja baru untuk operasional harian.
Pemerintah berharap efek berganda dari proyek ini akan terasa dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Pandangan Ekonom: Perlunya Evaluasi Model Bisnis
Beberapa ekonom menilai bahwa pandangan Jokowi soal investasi sosial memang relevan, tetapi perlu diiringi dengan perencanaan bisnis yang realistis.
Menurut ekonom senior dari Universitas Indonesia, proyek seperti Whoosh harus memiliki rencana jangka panjang yang dapat menjamin keberlanjutan keuangan tanpa membebani publik.
“Investasi sosial boleh saja, tapi tetap harus ada perhitungan ekonomi. Kalau rugi terus, nanti jadi beban fiskal,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya peningkatan jumlah penumpang agar proyek bisa mencapai tingkat okupansi ideal.
Hal itu bisa dilakukan melalui integrasi moda transportasi, promosi wisata, serta konektivitas dengan bandara dan terminal utama di sekitar Jakarta dan Bandung.
Menurutnya, kesuksesan Whoosh tidak bisa diukur hanya dari laporan keuangan tahunan, tetapi dari bagaimana proyek ini memicu perubahan sosial dan mobilitas masyarakat.
Namun, pemerintah tetap harus terbuka dalam menyampaikan data finansial agar publik memahami kondisi sebenarnya.
Reaksi Publik dan Diskursus Media Sosial
Di media sosial, perdebatan tentang Whoosh terus berlangsung.
Sebagian pengguna internet menganggap proyek ini sebagai lompatan teknologi yang patut dibanggakan, sementara sebagian lainnya mengkritik pembiayaan yang dinilai terlalu besar.
Beberapa warga menilai harga tiket kereta cepat masih tergolong mahal untuk kalangan menengah ke bawah, sehingga manfaat sosialnya belum sepenuhnya terasa.
Namun, banyak juga yang mengapresiasi kecepatan dan kenyamanan layanan yang dianggap jauh lebih baik dibanding transportasi konvensional.
“Kalau harga tiket bisa lebih terjangkau, pasti lebih banyak yang naik,” tulis salah satu warganet di platform X.
Kesimpulan: Antara Simbol Kemajuan dan Tanggung Jawab Fiskal
Pernyataan Jokowi bahwa Whoosh adalah investasi sosial membuka ruang diskusi tentang bagaimana pemerintah memaknai pembangunan.
Proyek infrastruktur raksasa seperti Whoosh memang membawa manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi dan mobilitas masyarakat.
Namun, kritik dari Partai Demokrat dan para pengamat menunjukkan bahwa keberlanjutan finansial tetap harus menjadi perhatian utama.
Transparansi dalam pengelolaan dana publik menjadi kunci agar proyek ini tidak membebani negara di masa depan.
Whoosh kini menjadi simbol dua hal yang berjalan beriringan: semangat kemajuan dan tanggung jawab fiskal.
Jika dikelola dengan baik, ia bisa menjadi warisan infrastruktur modern yang mengubah wajah transportasi Indonesia.
Namun jika tidak, proyek ini berisiko menjadi beban keuangan yang panjang bagi generasi mendatang.

Cek Juga Artikel Dari Platform lagupopuler.web.id
